Makalah Biokimia
Vitamin dan Sistem Saraf
Pricilia Donna Esperansa Sea (2012-060-106)
Johannes Paulus Fernandes (2012-060-203)
FKUAJ 2012
Vitamin D bagi
Kesehatan Mental Lansia
“Some
New Food for Thought: The Role of Vitamin D in the Mental Health of Older
Adults”
Vitamin D sebagai
hormon steroid serbaguna yang telah lama dikenal sebagai salah satu unsur penting
untuk kesehatan, punya keterlibatan dalam patologi dari penyakit mental dan
kesadaran. Vitamin D juga dilibatkan dalam beberapa proses fisiologis tubuh,
antara lain fungsi otot, pencegahan kanker, kesehatan kardiovaskuler dan
tulang, imunitas, serta metabolisme.
Kadar konsentrasi
vitamin D yang rendah dalam serum (hipovitaminosis D) pada lansia dihubungkan
dengan meningkatnya angka kematian dan kemungkinan masuk ke panti jompo.
Keadaan hipovitaminosis D ini juga lebih lanjut dihubungkan dengan perbedaan
banyaknya sinar matahari yang terekspos pada manusia.Sinar matahari dibutuhkan
untuk mengubah provitamin D menjadi vitamin D.Hipovitaminosis D (HVD) ini
sebenarnya ialah suatu kondisi dimana kadar vitamin D dalam bentuk 25-OH vitamin
D dalam serum kurang dari 75 nM (30 ng/L) .
Sebanyak 40% - 90%
lansia menderita HVD, tak terkecuali populasi lansia yang berada di wilayah
dengan sinar matahari yang berkelimpahan. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa studi
yang mengatakan bahwa perbedaan sinar matahari mempengaruhi kadar vitamin D
dalam serum tak sepenuhnya benar.
Dalam beberapa studi, ditemukan
adanya hubungan antara HVD dan beberapa fungsi kognitif dasar, yakni perhatian,
ingatan, dan memori. Pada satu studi, ditemukan adanya hubungan antara kadar
vitamin D dalam serum dan tes Folstein/Mini-Mental Status (MMSE) dari 32 orang
lansia (rentang umur 61 – 92 tahun. Tes Folstein ataupun MMSE itu sendiri
adalah sebuah tes berisi 30 pertanyaan kuesioner untuk mengukur tingkat
kerusakan kognitif seseorang.
Pada studi lain,
pada 225 pasien dengan diagnosis Alzheimer’s disease (AD), didapatkan adanya
korelasi antara rendahnya kadar vitamin D dalam serum serta hasil tes MMSE yang
buruk.
Ada satu studi lagi,
pada 69 pasien sehat yang dipilih secara acak di Italia, diberi diet kaya
vitamin D, dan mereka mendapat skor MMSE yang lebih tinggi.
Meskipun demikian,
berdasarkan fakta – fakta yang ada, belum bisa ditentukan apakah hubungan
antara vitamin D dan fungsi – fungsi kognitif dasar itu. Dengan evaluasi yang
lebih mendetail dan pemeriksaan – pemeriksaan kognitif dasar yang lebih
komprehensif mungkin akan ditemukan asosiasi yang lebih pasti antara keduanya.
Selain hubungan antara HVD dan
fungsi kognitif dasar, diadakan juga beberapa studi yang ingin menunjukkan
asosiasi antara HVD dan fungsi kognitif eksekutif. Adapun fungsi kognitif
eksekutif ini mengintegrasikan dan mengontrol fungsi – fungsi kognitif dasar
tadi. Fungsi kognitif eksekutif mencakup merencanakan sesuatu, menyelesaikan
permasalahan, mengatur respon emosi, juga memulai suatu aktivitas. Adapun
pemeriksaan – pemeriksaan untuk fungsi eksekutif ini ialah Stroop test, Wisconsin Card Sorting
test, verbal fluency test, dan Tower and Trail Making test.
Meskipun demikian,
asosiasi antara HVD dan fungsi kognitif eksekutif belumlah didapatkan dengan
pasti.
HVD juga ternyata mempunyai peranan
dalam beberapa penyakit seperti Dementia
(Scott et al., McGrath et al.), Depresi (Hoogendijk
et al., Harris and Dawson-Hughes), Bipolar
disorder (Berk et al., Pasco et al.), Schizophrenia (McGrath et al., Torrey et al.)
Dalam sistem saraf pusat, vitamin D
juga mempunyai peranan. Vitamin D-lah yang mengaktifkan reseptor yang mengatur
perilaku, seperti sistem limbik, korteks cerebri, dan juga cerebellum. Vitamin
D juga menstimulasi sekresi neurothropin, suatu protein yang bertanggung jawab
untuk kelangsungan hidup, perkembangan, dan mempertahankan fungsi dari
neuron/sel saraf. Vitamin D dalam bentuk 1, 25-dihydroxy-vitamin D (kalsitriol)
meningkatkan sekresi neurothropins, termasuk neurothropins-3 , yang mempercepat
transmisi impuls melalui sinaps di hippocampus, bagian dari sistem limbik.
Neurothropins-3 juga bertanggung jawab atas perkembangan dopaminergic neurons, sel saraf di substansi nigra, yang
menghasilkan dopamin. Gangguan pada dopaminergic
neurons bisa menyebabkan penyakit Parkinson.
Reseptor vitamin D pada
tikus percobaan hasil rekayasa genetik, telah menurunkan tingkat faktor
perkembangan saraf, menyebabkan bentuk otak yang abnormal, dan juga
memperlihatkan gangguan perilaku seperti perubahan dalam interaksi sosial.
Kerja antara vitamin
D dan reseptornya (VDR) bisa berperan dalam patogenesis penyakit demensia. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk
menemukan hubungan antara polimorfisme gen VDR dengan kelemahan kognitif.
Hasilnya ditemukan bahwa pada orang-orang dengan satu dari polimerfisme BsmI, TaqI, dan Bat, memiliki hasil yang buruk
pada uji neuropsikologis. Studi lain menunjukkan bahwa orang-orang dengan
polimerfisme ApaI 2,3 kali lebih rentan
terhadap Alzhaimer Deseases daripada mereka
yang memiliki gen polimerfisme Apa dan TaqI secara bersamaan.
Di luar sistem saraf pusat, vitamin
D meregulasi produksi antioksidan GDNF dan glutation. Pada percobaan yang
dilakukan terhadap tikus – tikus tua yang masih sehat, pemberian vitamin D
mengurangi rusaknya neuron hippocampal, neuron yang mengalami atrofi pada
penyakit Alzheimer. Vitamin D juga menghambat sekresi sitokinin dan
metalloprotein yang menimbulkan peradangan vaskular dan kalsifikasi pada
jaringan.
Pada saat manusia
menjadi sampel percobaan, kadar vitamin D diasosiasikan secara terbalik dengan
metalloproteinase MMP9 dan C-reactive
protein, yang menyebabkan peradangan vaskular. Suplementasi yang tepat pada
sampel – sampel yang mengalami defisiensi dapat menurunkan kadar MMP9 dan C-reactive protein dalam serum.
Hipovitaminosis
dalam darah juga menyebabkan gangguan pada otak yang memberi efek domino pada
kinerja insulin. Karena kekurangan vitamin D, sensitivitas dan sinyal untuk
membuat insulin bekerja secara efektif berkurang, karena hal itu kadar glukosa
darah pun meningkat dan pada akhirnya menyebabkan penyakit diabetes. Kekurangan
vitamin D juga menyebabkan obesitas.
Kadar vitamin D yang
rendah juga punya korelasi dengan hipertensi dan gagal jantung
kongestif/kardiomyopati, yang mana lebih jauh menyebabkan gangguan pada aliran
darah dalam otak. Dengan suplementasi
vitamin D sebanyak 800-IU dapat menurunkan tekanan darah sebesar 9.3% setelah 2
bulan. Pada penyakit vaskular, efek
anti-inflamasi, metabolisme, dan vaskuloprotektif yang dimiliki vitamin D ini lah yang dapat memelihara
kesadaran dengan mempertahankan kinerja dari pembuluh darah di otak.
Vitamin D penting
diberikan tidak kurang dari 75 nM terutama bagi lansia untuk mencegah efek
buruk HVD. Untuk keamanan dari suplementasi vitamin D ini tidak perlu
diragukan, sampai batas dosis 10,000 U/d masih dapat diberikan tanpa efek
buruk, kecuali untuk pasien hiperparathirod. Biasanya untuk pasien-pasien HVD
diberikan terapi suplementasi vitamin D sesuai dengan kadar vitamin D dalam
darahnya.
Jadi, secara garis
besar, vitamin D mempunyai beberapa fungsi yakni menstimulasi neurothropin
dengan mengaktivasi reseptor vitamin D (Kuningas et al., Gezen-Ak et al.),
sebagai antioksidan (Wion et al., Naveilhan et al.), anti-inflamasi lewat
sitokinin dan metalloprotein (Zitterman et al., Timms et al.), mempertahankan
kerja insulin dan lemak (Cherniack and Troen), dan juga mempunyai efek
perlindungan terhadap kardiovaskular (Judd et al., Zitterman et al.)
Komentar
Posting Komentar