Langsung ke konten utama

terapi HIV dengan mengggunakan HIV entry inhibitor

Paper: Imunodefisiensi dan HIV

HIV entry inhibitors: mechanisms of action and
resistance pathways”





Oleh:

Pricilia Donna Esperansa Sea (2012-060-106)

Tiffany Fransiska (2012-060- 237)

Juliana Rajagukguk (2012-060-264)

Maria Yasintha Valentine Nuwa (2012-060-268) 


Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya Jakarta
2013/2014



Pendahuluan

Fungsi utama sistem imun adalah sebagai pertahanan terhadap infeksi berbagai mikroba. Integritas sistem imun merupakan hal yang esensial bagi bagi pertahanan tersebut, namun apabila terjadi defek pada salah satu komponen sistem imun tersebut maka akan menyebabkan sistem imun tidak bisa berfungsi secara adekuat yang dikenal sebagai penyakit imunodefisiensi. Keadaan ini menyebabkan peningkatan kerentanan tubuh terhadap berbagai  penyakit infeksi. Penyakit defisiensi imun tersering mengenai limfosit, komplemen dan fagosit. Secara umum, keadaan ini dapat terjadi secara primer yang disebabkan karena kelainan genetik yang diturunkan (congenital) dan secara sekunder atau didapat, dengan insidensi defisiensi imun primer lebih jarang daripada sekunder.
Immunodefisiensi primer atau congenital sering kali menimbulkan kelainan pada innate immunity yang akan mempengaruhi pembentukan sel limfosit.  Abnormalitas pada pembentukan limfosit yang mungkin disebabkan mutasi gen dapat menyebabkan kesalahan pada pengkodean gen. Gangguan pembentukan dan fungsi limfosit B dapat menyebakan defisiensi pembentukan antibodi yang ditandai dengan penurunan immunoglobulin di serum, respon terhadap vaksin yang buruk, dan pada beberapa kasus menurunkan jumlah sel limfosit B di jaringan limfoid dan plasma. Sedangkan gangguan pematangan sel limfosit T ditandai dengan penurunan produksi antibodi dan sel T di darah tepi.  Biasanya gejala baru muncul pada setelah usia 3-4 bulan, karena masih ada efek proteksi dari antibodi maternal.
Immunodefisiensi sekunder merupakan kelainan respon imun yang tidak diturunkan secara genetik namun didapat. Imunodefisiensi sekunder dapat disebabkan oleh karena terapi pengobatan yang menyebabkan penurunan fungsi limfosit. Selain itu juga dapat disebabkan berbagai faktor biologi, komplikasi penyakit, malnutrisi, pengobatan imunosupresan,  neoplasma dan infeksi yang nampak jelas pada penderita AIDS yang disebabkan infeksi HIV.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus RNA bentuk sferis termasuk retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, penyebab AIDS (Acquired Imunodeficiency Syndrom). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 (punya gen vpu tapi tidak punya vpx) dan HIV-2 (punya vpx tapi tidak punya vpu). Di antara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di dunia adalah grup HIV-1.
Infeksi HIV terjadi melalui 3 jalur transmisi utama, yaitu mukosa genital, peredaran darah, dan ibu ke janin. HIV menyerang sel yang memiliki marker CD4 dan menurunkan jumlah selnya, sehingga mempengaruhi kekebalan tubuh dengan mrngurangi sel imun.



Pembahasan

Target utama infeksi HIV adalah sel yang mempunyai reseptor CD4, yaitu limfosit CD4+ dan makrofag/monosit. Pada mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD 4 sehingga menyebabkan terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut. Namun  marker CD4 saja tidak cukup karena beberapa sel lain seperti megakariosit, mukosa rektal, sel serviks, mikroglia limfosit CD8 dan epitel ginjal juga dapat terinfeksi HIV. Selain itu reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) ternyata ikut berperan dalam mempengaruhi masuknya HIV ke dalam sel. HIV dapat menimbulkan patologi penyakit melalui beberapa mekanisme, antara lain terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi  oportunistik (IO), terjadinya autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan pada stadium lanjut.
Pada respon antibodi, HIV justru meningkatkan pembentukan IgA dan IgG dan mempengaruhi fungsi neutrofil. Tetapi respon antibodi terhadap HIV sangat lemah, hanya sebagian kecil antibodi yang dapat menetralisasi HIV karena itu HIV dapat melewati respon antibodi sehingga dapat tetap hidup dan menginfeksi sel lain. HIV juga dapat tetap bertahan dalam tubuh karena mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam limfosit CD4 dan bereplikasi. Dengan pemberian obat antiretroviral dapat menekan replikasi HIV sehingga jumlah limfosit CD4 stabil bahkan meningkat sehingga bisa mengurangi infeksi oportunistik. Namun demikian gejala IO dapat kembali terjadi karena sebagai akibat gejala inflamasi. Meskipun begitu, beberapa terapi bisa diberikan kepada pasien HIV untuk menekan reaksi HIV yaitu dengan memanfaatkan langkah-langkah utama dalam proses infeksi HIV pada sel,yaitu (1) bertemunya gp120 virus dan limfosit CD4, (2) pengikatan  gp120 dengan reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan (3) fusi membran virus dan membran sel target.
Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian  RNA identik yang merupakan genom virus yang berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi envelop membran fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang disandi virus ditemukan dalam envelop. Antigen gp120 adalah glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4 pada sel T  dan makrofag. Protein gp120 virus terdiri dari domain dalam dan luar yang terhubung oleh sebuah jembatan. Virus menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp120 (120kD glikoprotein) yang terutama mengikat CD4 dan dari sel manusia.
Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membran sel virus bersatu dengan membran sel pejamu dan virus masuk sitoplasma. Setelah HIV masuk kedalam sel dan terbentuk dsDNA, integrasi DNA viral kedalam genom sel pejamu dan membentuk provirus. Provirus tetap laten sampai kejadian dalam sel terinfeksi mencetuskan aktifasinya, yang mengakibatkan terbentuk dan penglepasan partikel virus. Walau CD4 berikatan dengan envelop glikoprotein HIV-1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat masuk dan terjadi infeksi. Galur tropik sel T-HIV-1 menggunakan koreseptor CXCR4, sedangkan galur tropik makrofag menggunakan CCR5. Kedua reseptor ini merupakan reseptor kemokin dan ligan normalnya dapat menghambat infeksi HIV ke dalam sel.

Inhibitor HIV : Mekanisme Dan Resistensinya
Inhibitor ikatan CD4-gp 120 dan mekanismenya
Terdapat banyak molekul yang mampu menghambat ikatan CD4-gp 120. Molekul-molekul tersebut memiliki struktur dan mekanisme yang berbeda. Diantaranya :
·         PRO-542 (CD4-IgG2) adalah suatu rekombinan antibodi berbentuk tetravalen dan larut dalam plasma. Molekul ini dapat menggabungkan empat salinan dari ikatan domain CD4 dan meniru reseptor CD4. Merupakan salah satu dari inhibitor ikatan CD4-gp120. Selain itu studi lain menemukan bahwa gabungan PRO-542 dengan enfuvirtide menunjukkan hasil yang positif dalam menghambat replikasi HIV.
·         TNX-355 adalah antibodi monoklonal non-imunosupresif yang diarahkan langsung kepada reseptor CD4. Molekul ini bersaing dengan gp120 pada HIV untuk mengikat CD4. Awalnya diketahui bahwa sisi pengikatan antibodi pada reseptor CD4 berbeda debgan sisi yang terlibat dengan HIV gp120. Dengan demikian, TNX-355 dapat mencegah perubahan konformasi sebelum HIV berhasil masuk ke sel. Percobaan awal pada pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan bahwa dosis TNX-355 yang sedikit mengurangi  RNA HIV-1 dalam plasma dan meningkatan jumlah CD4 + sel T.
·         CADA adalah inhibitor spesifik dari ikatan CD4-gp120 yang tidak berinteraksi langsung dengan reseptor CD4 atau dengan gp120. Aktivitas antivirus CADA diasumsikan untuk mengatur ekspresi reseptor CD4 setelah translasi.
·         BMS-806 memiliki afinitas yang  tinggi untuk mengikat HIV gp120, sehingga menghalangi perubahan konformasi pada gp120 setelah CD4 terikat. Pengikatan BMS-806 pada HIV gp120 termasuk spesifik, reversibel dan koreseptor independen. Namun molekul ini tidak aktif terhadap HIV-2 dan simian immunodeficiency virus (SIV).
Molekul-molekul diatas tidak menunjukkan sitotoksisitas yang signifikan, bahkan tidak memiliki toksisitas pada hewan. Namun memiliki bioavailabilitas yang baik.

Interaksi gp120 dengan koreseptor kemokin
Selain mengikat ke reseptor sel CD4, HIV perlu mengikat koreseptor kemokin untuk masuk ke dalam sel. Koreseptor utama yang terlibat dalam masuknya HIV kedalam sel adalah CCR5 dan CXCR4. Pembentukkan kompleks CD4-gp120 memunculkan perubahan konformasi pada envelop virus sehingga dapat berinteraksi dengan CCR5 atau CXCR4.
CCR5 dan CXCR4 memiliki tujuh famili reseptor pasangan protein G transmembran. CCR5 dan CXCR4 memiliki struktur heliks yang terdiri dari empat domain transmembran, tiga loop ekstraseluler, dan satu domain N-terminal. Kompleks CD4-gp120 mengikat koreseptor melalui daerah V3 meskipun daerah V1/V2 dan C4 mungkin bisa juga terlibat dalam interaksi. Sekuens asam amino V3 menentukkan terhadap pengikatan dengan CCR5 dan/atau CXCR4. Dengan demikian, isolasi virus dapat diklasifikasikan menjadi jenis R5, X4, dan R5/X4, tergantung pada ikatan mereka dengan koreseptornya.

Antagonis CCR5 dan mekanismenya
Antagonis CCR5 dan CXCR4 dibagi menjadi tiga kelompok tergantung pada ukurannya yakni molekul besar (PRO-140), medium (Met-RANTES dan AOP-RANTES ) yang dimodifikasi menjadi ligan natural yang membuat CCR5 tidak dapat dimasuki. Dan yang terakhir beberapa molekul inhibitor kecil untuk CCR5 (TAK-779, SCH-C, SCH-D, UK-427857 and GW-873140) atau untuk CXCR4 (AMD3100 and KRH-
1636) telah dikembangkan. Kebanyakan antagonis CCR5 adalah molekul kecil yang menghambat interaksi CCR5-gp120.
§  TAK-779 adalah molekul non-peptida pertama yang memblok replikasi R5 secara in vitro dengan mengganggu interaksi dengan koreseptor CCR5. TAK-779 memiliki bioavaibilitas yang kecil dan pengembangan klinis nya dihentikan karena reaksi lokal saat pemberian yang membuat sulit dalam manajemen. Penelitian lebih lanjut berdasarkan TAK-779 menyebabkan identifikasi TAK-220. Senyawa ini sangat efektif terhadap blok replikasi R5 dan tahap ujiklinis fase II saat ini sedang berlangsung.
§  TAK-652 merupakan antagonis baru dari Takeda Chemical Industries. TAK-652 menunjukkan bioavailabilitas yang baik dan memiliki potensi yang tinggi terhadap HIV.
§  PRO-140 adalah antibodi monoklonal yang menghambat pengikatan gp120 HIV.
§  Maravirok merupakan antagonis CCR5 yang dikembangkan oleh Pfizer. Hasil awal uji coba fase II sangat menjanjikan. Hampir semua pasien mengalami penurunan plasma viremia dan tetap ditekan selama setidaknya 10 hari pasca pengobatan.
§  Dan yang terakhir, Aplaviroc menunjukkan hasil yang signifikan baik secara in vitro maupun in vivo aktivitas antivirus. Namun telah diumumkan tentang penghentian pengembangan klinis karena menimbulkan hepatotoksisitas yang serius.

Antagonis CXCR4 dan mekanismenya
§  AMD3100 antivirus yang berpotensi menunjukkan penghambatannya terhadap X4 telah dikonfirmasi dalam berbagai studi baik secara in vitro maupun in vivo.
§  KRH-1636 merupakan salah satu antagonisCXCR4  lagi yang serupa dengan AMD3100. Studi yang telah dilakukan terhadap tikus menunjukkan bahwa obat ini dapat diserap dengan baik dengan demikian diharapkan dapat memiliki bioavalaibilitas yang baik.
§  KRH-2731 adalah antagonis CXCR4 baru yang mengikat ke loop ekstraseluler kedua dan ketiga (ECL2 dan ECL3). Penelitian yang secara invitro telah menegaskan bahwa KRH-2731 memiliki aktivitas antivirus yang berpotensi terhadap penghambatan X4 dan R5X4, yang bisa 10 kali lipat lebih tinggi dari AMD070 yang merupakan salah satu senyawa AMD3100.

Resistensi terhadap antagonis CCR5 dan CXCR4
Secara teoritis ada 2 jalur utama resistensi terhadap antagonis CCR5 dan CXCR4, yaitu pergeseran dalam penggunaan koreseptor dan perubahan daerah genom-envelop pada HIV yang memungkinkan interaksi antara gp120 dan koreseptor meskipun ada inhibitor. Sejauh ini, kebanyakan resisten antagonis CCR5 menggunakan koreseptor CCR5 daripada beralih ke CXCR4. Selain itu terjadi bermacam-macam mutasi pada daerah yang berbeda pada HIV gp120 (V3, C2, V2, C4). Kebanyakan mutasi resisten ini khusus untuk setiap senyawa yang berbeda yang diharapkan dapat mencegah resistensi silang. Dalam kasus apapun, resistensi CCR5 antagonis tidak menunjukkan resistansi silang dengan ARV, RT dan inhibitor protease. Atau resisten silang terhadap molekul penghambat lain, seperti ikatan inhibitor CD4-gp120 dan enfuvirtide.
Resistensi terhadap CXCR4 antagonis kurang dijelakan dibandingkan resistensi terhadap CCR5 antagonis. Mutasi pada domain V3 HIV gp120 tampaknya menjelaskan hilangnya kerentanan terhadap banyak dari senyawa ini. Namun, mutasi pada gp120 HIV wilayah lainnya (V1, V2 dan V4) juga telah dikaitkan dengan resistensi terhadap CXCR4 antagonis, termasuk delesi lima asam amino dalam domain V4[kodon 364-368 (FNSTW)].
Meskipun hasil awal belum mengidentifikasi pergeseran dalam penggunaan koreseptor sebagai jalur utama untuk menghindari resistensi CCR5 antagonis, hal ini penting sebagai pengontrol terutama pada pasien dengan campuran R5 dan X4 virus. Pergeseran penggunaan koreseptor CCR5 dari arah CXCR4 menggunakan CCR5 antagonis bisa memiliki konsekuensi yang bahaya dalam perkembangan penyakit HIV, karena virus X4 yang diisolasi cenderung lebih ganas dari virus R5. Di sisi lain, sebaliknya bisa juga dengan penggunaan CXCR4 antagonis, dalam hal pergeseran terhadap virus R5.

Peleburan inhibitor dan mekanismenya
Setelah interaksi antara kompleks gp120-CD4 dan reseptor kemokin CCR5 atau CXCR4, perubahan konformasi tambahan berlangsung di envelop virus yang menyebabkan pergeseran dari non-fusogenik ke keadaan fusogenik dari HIV gp41, yang akhirnya mendorong proses fusi . N-terminal domain gp41 dimasukkan melalui peptida fusi (FP) ke dalam membran sel. Kemudian, gp41 mengalami reorganisasi struktural yang memprovokasi interaksi antara daerah heptad HR1 dan HR2, membentuk termostabil, struktur bundel enam helix, yang sangat penting bagi virus dan fusi membran sel. Perubahan energi bebas berhubungan dengan pembentukan bundel enam helix memberikan tenaga yang diperlukan untuk pembentukan pori fusi, dan kapsid virus memasuki sel target melalui proses ini.
Enfuvirtide adalah peptida sintetik dari 36 asam amino yang meniru sebuah fragmen HR2 dari gp41. Yang mengikat HR1 pada wilayah pembentukan struktur bundel enam helix, yang sangat penting untuk proses fusi. Pada uji klinis, keamanan enfuvirtide ditunjukkan dari  manfaat virologi dan imunologi pada penambahan enfuvirtide bersama dengan ARV pada pasien TB. Enfuvirtide disetujui untuk pengobatan infeksi HIV pada tahun 2003.

Resistensi terhadap fusi inhibitor
Hasil selanjutnya diperoleh dalam studi klinis menunjukkan bahwa resistensi pada pasien yang menerima enfuvirtide juga karena perubahan luas dari kodon 36-45 dalam HR1. Enfuvirtide harus dipertimbangkan sebagai obat dengan hambatan genetik rendah untuk perlawanan.
Berbagai kerentanan terhadap enfuvirtide pada virus yang terisolasi telah terbukti pada pasien enfuvirtide-naif, serta individu menjalani terapi enfuvirtide. Faktor penentu heterogenitas ini tidak jelas, tetapi polimorfisme di wilayah HR2 dari gp41 serta perubahan HR2 dipilih selama pengobatan enfuvirtide bisa menjelaskan fenomena ini. Beberapa perubahan HR2 telah diakui pada pasien di bawah terapi enfuvirtide. Oleh karena itu, sulit untuk menyimpulkan bahwa perubahan HR2 dapat mempengaruhi kepekaan enfuvirtide. Namun, ada juga yang mengidentifikasi perubahan spesifik dalam HR2 selama terapi enfuvirtide (yaitu mutasi S138A), yang merupakan kompensasi mutation.
Selain faktor virus, penentu host (yaitu tingkat ekspresi koreseptor pada sel target) juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap enfuvirtide. Dengan cara ini, tingginya tingkat CCR5 pada permukaan sel mungkin mengakibatkan fusi HIV lebih cepat, mengurangi waktu di mana HIV gp41 dapat ditargetkan oleh enfuvirtide. Oleh karena itu, individu yang membawa Δ32-CCR5, yang mengungkapkan rendahnya tingkat CCR5, tampaknya merespon lebih baik terhadap enfuvirtide.



Penutup

Salah satu penyebab penyakit imunodefisiensi pada manusia adalah karena infeksi HIV (Human Imunodeficiency Virus). HIV bekerja pada sel target yang mempunyai marker CD4, seperti limfosit T dan makrofag. Namun CD4 saja tidak cukup karena HIV tetap dapat menginfeksi sel-sel lain, bahkan sel yang mengandung CD4 negatif. Koreseptor kemokin CCR5 dan CXCR4 juga memegang peranan penting dalam infeksi HIV pada sel target. Respon defisiensi imun yang terjadi tidak hanya bersifat selular tetapi juga bersifat humoral, karena sel T helper ikut mengaktivasi limfosit B. Dapat menimbulkan infeksi  oportunistik (IO), terjadinya autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan pada stadium lanjut.
HIV merupakan virus yang unik dan sangat berbahaya karena menular, dapat bertahan hidup dalam limfosit CD4, memiliki respon terhadap antibodi yang lemah. Hanya sebagian kecil antibodi yang dapat menetralisasi HIV karena itu HIV dapat melewati respon antibodi sehingga dapat tetap hidup dan menginfeksi sel lain serta mengakibatkan kematian. Vaksinnya sendiri belum ditemukan. Salah satu terapi HIV yang dapat dibuat adalah dengan menghinhibisi reaksi penyatuan virus dan sel target.
Memasukkan  inhibitor merupakan pilihan terapi yang menjanjikan untuk pasien yang terinfeksi HIV. Enfuvirtide adalah inhibitor fusi pertama yang disetujui dalam penggunaan klinis, tetapi banyak senyawa lain yang saat ini masih dalam tahap pengembangan. Pengetahuan mengenai mekanisme dari masing-masing molekul ini sangat penting untuk memahami dan memprediksi jalur resistensi yang sesuai. Banyak perubahan yang terjadi pada domain gp120  telah dikaitkan dengan resistensi  inhibitor. Selain itu, masih harus di konformasi apakah pergeseran penggunakan koreseptor mungkin jalur alternatif bagi HIV untuk menghindari tekanan obat pada pasien yang telah terekspos antagonis CCR5 atau CXCR4.


Daftar Pustaka
IPD UI, jilid 1
Imunologi Dasar UI, edisi 8
Abass, Immunology,
J. Antimicrob. Chemother.-2006-Briz-619-27.pdf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANTA PRISCILLA (16 Januari)                               Santa Priscilla adalah seorang gadis Romawi, yang dikenal juga dengan nama Santa Prisca. Ia adalah salah satu pendiri katakombe tertua di Roma, yakni Katakombe Santa Priscilla, di jalan Salaria, Roma. Santa Priscilla adalah istri dari Mainus Acilius Glabrio, yang meninggal dunia karena teguh mempertahankan imannya pada masa penganiayaan terhadap kaisar Domitianus (81-96). Menurut cerita, Santo Petrus pernah menggunakan rumah Priscila di jalan Salaria sebagai markasnya. Dibawah rumah itu, digali katakombe - katakombe. Santo Pundens dianggap sebagai putera dari Priscila. Priscila meninggal pada tahun 98.   Di Gereja Katakombe St. Priscilla di Roma  di tampilkan sebuah lukisanfresco abad ke-2 yang menggambarkan   Nativity of Christ   atau Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Lukisan ini menjadi salah satu asal-usul perayaan Natal. Priscilla dan Aquila adalah pasangan Yahudi yang diusir meninggalkan Roma ol

Lingkar Kepala dan Ukuran Fontanel Bayi

1.        Berapa cepat pertambahan lingkar kepala pada bayi? 2.        Bagaimana anatomi ubun-ubun besar dan kecil? 3.        Berapa ukuran fontanel normal? Jawab 1.        Lingkar kepala rata-rata 33-35,5 cm (13-14 inci), tetapi waktu lahir bisa lebih kecil untuk menyesuaikan jika kelahiran terjadi pervaginam. Biasanya hari kedua atau tiga ukuran sudah kembali normal. 6 bulan pertama lingkar kepala bertambah 1,5cm/bulan. 6 bulan berikutnya menurun jadi 0,5cm/bulan. Ukuran rata-rata 43cm pada 6 bulan pertama, dan 46 cm pada usia 12 bulan. Pada usia 1 tahun, ukuran kepala telah meningkat sampai 33%. Fontanel posterior menutup pada usia 6-8 minggu, sedangkan fontanel anterior menutup pada usia 12-18 bulan (rata-rata pada usia 14 bulan). Berat otak bertambah sekitar dua setengah kalinya pada akhir tahun pertama. Ditandai dengan reflek volunter. Lingkar kepala diukur tiap bulan pada tahun pertama, per tiga bulan pada tahun kedua, dan perenam bulan pada tahun ke 3-5. Grafik

Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Dalam suatu penelitian, setelah menentukan hipotesis, peneliti akan menentukan subyek yang harus diteliti. Subyek yang diteliti biasanya merupakan suatu populasi. Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama. Populasi yang diteliti biasanya dalam jumlah yang besar, sehingga data yang diambil biasanya bukanlah kesuluruhan dari populasi melainkan hanya sebagian dari populasi yang disebut sampel. Misalnya sesendok sayur dianalogikan sebagai sampel untuk dicoba, sedangkan sepanci sayur yang sama dianalogikan sebagai populasi. Penelitian dengan menggunakan sampel biasa digunakan untuk menghemat waktu, dana, dan biaya penelitian. Sampel yang diambil haruslah sedapat mungkin mewakili populasi yang ingin diteliti / representatif. Untuk mendapatkan sampel yang representatif maka dibutuhkan teknik atau cara-cara tertentu agar data yang didapat sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel untuk penelitian disebut sampling. Teknik sampling yang tidak baik dapat